Rupanya, peta hidup yang saya pahami dan susun selama ini salah. Memang tidak ada aturan baku bagaimana seharusnya menyusun peta hidup. Bebas saja, senyamannya kita. Toh, itu hanya untuk konsumsi pribadi, bukan bahan publikasi, kan? Namun, yang namanya peta, normalnya tidak hanya berisi destinasi yang hendak kita tuju, tapi juga ada rutenya. Ini yang saya luput.
Buat Apa Punya Peta Hidup?
Membuat peta hidup seharusnya meliputi tujuan kemudian cara mencapai tujuan tersebut. Jika belum terbayang bagaimana tahap mencapainya, maka riset perlu dilakukan. Jika proses riset memakan waktu lama, maka tetap lakukan! Bukankah kita memang bersungguh-sungguh ingin mencapai cita-cita itu? Lantas kenapa maunya cepat-cepat?
Oleh sebab mengejawantahkan tahap-tahap tersebut butuh waktu tak sebentar, maka tentukan tujuan tidak lebih dari tiga poin dalam satu tahun atau kurang dari itu. Semakin mengerucut, semakin fokus mengerahkan daya upaya, dan tentu saja lebih memungkinkan terwujud. Idealis, tapi tetap realistis mendesain tahap-tahapnya
“Mimpi (impian) yang ditulis dengan jangka waktu akan menjadi tujuan. Tujuan yang diikuti dengan langkah akan menjadi rencana. Sebuah rencana yang didukung oleh tindakan akan membuat mimpi (impian) menjadi kenyataan.” (Greg S. Reid)
Membuat peta hidup tak sekadar gaya-gayaan, tapi menyusunnya dengan sepenuh kesungguhan. Peta itu akan menggiring hidup kita menjadi terarah, fokus, serius, dan bernilai.
Tetapkan Tujuan dan Kenali Potensi Diri
Saya ingin menjadi penulis karena saya menyukai aktivitas menulis yang sudah menjadi hobi sejak sekolah dasar. Berikutnya, saya akan mengerahkan segala daya dan upaya untuk berlatih agar menemukan ritme menulis yang nyaman, kualitas tulisan yang baik, dan karakter tulisan yang kuat sampai menghasilkan jam terbang tinggi. Di sepanjang prosesnya, saya menemukan potensi-potensi lain dan juga menekuninya sampai saya menemukan satu potensi paling unggul di antara yang lainnya.
Salah seorang mantan tokoh parlemen Indonesia dalam bukunya yang berjudul 8 Mata Air Kecemerlangan, pernah menuliskan bagaimana cara mengembangkan kapasitas potensial internal. Ia menjelaskan bahwa kita tidak pernah bisa mengukur secara definitif, awal dan ujung dari kemampuan-kemampuan kita. Tidak juga mengetahui secara pasti jumlah-jumlah dan satuan-satuan potensi kita.
Maka yang harus dilakukan adalah melakukan eksplorasi secara berkesinambungan atas potensi yang tersimpan dalam diri kita. Sebab, setiap satu temuan akan merangsang temuan lain. Setiap kali kita menemukan satu potensi dalam diri kita, maka kita harus segera mengeksploitasinya secara maksimal. Sebab tidak akan pernah ada suatu peta yang lengkap dan kita memang tidak ditugaskan untuk menemukannya.
Tugas kita adalah memanfaatkan setiap temuan secara maksimal sehingga kapasitas internal kita terus bertumbuh dan berkembang secara berkesinambungan. Elemen-elemen kapasitas internal itu adalah fisik, intelektualitas, emosi, spiritualitas, jaringan sosial, dan dukungan finansial. Apa yang ingin kita capai pada akhirnya adalah keseimbangan maksimum dari pertumbuhan elemen-elemen kapasitas internal tersebut.
Satu atau dua dari elemen itu kelak akan menjadi pusat keunggulan kita. Itulah yang kelak kita sebut sebagai kompetensi diri. Seseorang hanya bisa menjadi ulung dalam satu bidang apabila ia tumbuh dan berkembang di atas elemen yang menjadi pusat keunggulannya.
Menyelaraskan Profesi dan Kebutuhan Zaman
Apa yang perlu kita cari berikutnya adalah titik temu antara kekuatan kapasitas internal dengan peluang yang disediakan oleh lingkungan eksternal. Di sinilah letak kunci mengenali apa yang zaman inginkan dan di mana peluang yang bisa kita manfaatkan.
Kita berhadapan dengan realita kehidupan yang tak selamanya menyenangkan. Pertanyaan selanjutnya kepada diri sendiri adalah apakah menjadi penulis bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari sebagaimana profesi mapan lain, seperti pegawai kantoran atau pebisnis?
Maka saya cari peluang eksternal yang selaras dengan kapasitas internal yang telah saya temukan dan latih. Apa yang masyarakat butuhkan dari sebuah tulisan? Oh, orang-orang pasti membaca berita setiap hari. Apa yang menjadi masalah dari terbitnya berita-berita di media?
HOAKS.
Maka saya akan menjadi counter attack dengan menyajikan tulisan tandingan yang bernas, informatif, dan tentu saja valid.
Semakin dini menyusun peta hidup, maka semakin cepat dan mudah menemukan potensi diri yang dapat diberdayakan. Salah satu cara menemukan dan mengasah potensi tersebut yaitu dengan mengakselerasi diri melalui pemilihan tempat belajar secara selektif. Memilih kampus, misalnya.
Sampoerna University, misalnya, memiliki program terkurasi yang dapat menjawab kebutuhan zaman terhadap pendidikan internasional. Pun dengan kurikulum internasional, dosen yang terampil dan kompeten dalam bidangnya, sarana-pra sarana yang lengkap, lingkungan yang kondusif dan mampu melejitkan potensi.
Memahami Ikigai: Cara Menjalani Hidup yang Komprehensif
Ikigai adalah konsep hidup yang mendunia setelah dituliskan oleh Hector Garcia dan Francesc Miralles pada April 2016. Kata ikigai pertama dikenal di Jepang antara tahun 794-1185 Masehi kemudian seorang psikolog dan pakar evolusi ikigai—Akihiro Hasegawa—melakukan penelitian pada 2001. Arti ikigai yakni ‘alasan untuk ada’ (reason for being) dan makna ideologi ikigai adalah tujuan hidup manusia yang berkualitas yang menjadi alasan untuk bangun di pagi hari.
Menurut Garcia dan Miralles, sebenarnya ikigai tidak punya arti yang pasti. Namun, ikigai bisa juga dipahami sebagai sebuah irisan dari empat kualitas hidup yang saling berkesinambungan.
Apa hobi atau passion kita?
Apa keahlian kita?
Apa pekerjaan kita?
Apa yang dunia butuhkan saat ini?
Empat pertanyaan ini merupakan empat elemen yang menghasilkan satu irisan utama. Satu irisan utama yang menyatukan keempat elemen tersebutlah yang menjadi pencapaian tertinggi. Satu irisan utama itu merupakan tanda bahwa upaya kita telah selaras antara menekuni hobi, mengenali potensi diri, profesi apa yang kelak akan dititi, dan paham apa yang dunia butuhkan saat ini.
Saya suka sekali menulis sejak SD dan terus melakukannya pada waktu senggang. Saya tahu bahwa saya pandai menyusun kata-kata menjadi kalimat yang enak dibaca, berikut imajinasi yang menyertainya. Saya ingin menjadi penulis dan pekerjaan saat ini linier dengan keinginan tersebut, yakni penulis kreatif atau penulis konten dan blogger.
Melalui hobi, kompetensi bekerja, dan profesi sebagai penulis lah saya mempersembahkan tulisan-tulisan bernas yang menginspirasi sekaligus menyajikan informasi valid kepada pembaca yang saat ini tengah digempur berita-berita hoaks. Dunia sedang krisis tulisan orisinal yang mencerdaskan, informatif, santun, dan valid. Maka saya hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tulisan-tulisan berbobot yang mulai kalah dengan tulisan-tulisan click bait yang jauh dari kaidah jurnalistik dan kebahasaan.
Bagi saya, menjawab kebutuhan zaman berarti membuat tujuan atau cita-cita tak hanya berupa pencapaian individual, tapi lebih dari itu. Cita-cita adalah sarana kontribusi dan kontribusi tak mengenal posisi. Tujuan kita menjadi tak hanya berdaya bagi diri sendiri, tapi juga berdampak bagi lingkungan sekitar, bahkan kebutuhan masyarakat global.