Ehem…
Sudah lama sekali nggak nulis di sini. Lalu sekarang aku tergerak (akhirnya wkwk) karena kepalaku sedang penuh sesak dan banyak suara-suara yang… semacam tertahan kemudian bunyinya jadi dengung nggak jelas. Nah, kalau sudah begini, aku harus menulis sesuatu. Entah di buku harian atau blog.
Dan tiba-tiba aku kangen masa-masa kuliah yang nyaris tiap malam sampai hampir pagi, nge-blog melulu. Entah curhat random atau blogwalking (BW) sembari meninggalkan jejak, sampai aku dapat teman-teman baru (plus kena banned LOL) akibat terlalu rajin BW :v
Gerbang Baru 2021
Kiranya akhir Juli 2021, aku mulai dihadapkan dengan ujian baru yang nggak cuma bikin stres, tapi juga menguras energi, waktu, uang, dan sepertinya seluruh sumber daya yang kupunya. Kalau nggak ada iman, mungkin aku sudah depresi. Kalau nggak ada iman, barangkali aku akan menyalahkan Allah (na’udzubillah). Kupikir, menjadikan Allah sebagai kambing hitam adalah tahap paling menyedihkan sekaligus membahayakan, sebab perasaan itu akan mendekatkan seseorang pada keputusasaan kemudian hilang iman.
Kalau sudah hilang iman?
Bunuh diri? Bisa jadi. Bunuh orang lain? Possible, dalam hal ini boleh jadi keluarga dekat yang jadi korban. Banyak toh kasus-kasus begitu: ibu bunuh anak kandung karena depresi, anak bunuh orangtua karena stres berlebih, dll.
Tadinya aku mau pendam saja masalah ini karena masih banyak orang yang punya masalah serupa bahkan lebih berat, kemudian mereka menyelesaikannya dengan rapi, nggak mengumbar di media sosial. Rasanya malu. Well, tapi aku renungi lagi.
Sejak awal, aku sudah memutuskan untuk jadi penulis. Kisah inner child-ku yang jika terjadi pada sebagian orang mungkin mereka akan menutup rapat segala memori nggak menyenangkan macam itu. Kalau ditulis, malah jatuhnya ngeluh. Lalu aku? Aku punya kemampuan menyusun kata-kata menjadi sebuah kisah yang nggak picisan (aku mengakui ini LOL) dan justru bisa dibaca orang lain sebagai insight baru, sebagai “pajangan” yang bisa dinikmati. Syukur-syukur bisa menginspirasi, tapi masa bodolah soal itu haha. Minimal dinikmati karena enak dibaca. :V
2021 kusebut gerbang baru karena aku mulai menjajaki tahap hidup yang menantang (aku suka tantangan dan Allah mengabulkannya, sombong betuuul!) keimananku, menguji keyakinanku: apakah Allah benar terhadap segala janji-Nya? Ini nggak mudah, lho. Punya keyakinan yang bulat 100% dan sepenuhnya bersandar pada Allah.
Singkat cerita, akhir Juli 2021 itu aku dikhianati seorang laki-laki yang bikin aku nggak doyan makan, aku keluar dari pekerjaanku di salah satu stasiun televisi swasta besar tanpa ada pekerjaan baru, ibuku sakit dan diinfus di rumah, tabunganku nyaris habis untuk membiayai ibuk.
Aku tahu, yang punya masalah hidup lebih besar dan berat itu banyak sekali. Mengenai perkara dikhianati laki-laki itu, misalnya. Kelihatannya kan, “Yah, gitu aja sedih. Tendang aja tu cowok! Kamu kan cewek kuat, masa’ gitu doang sampai nggak doyan makan?”
Nggak salah juga, sih, komentar itu. Sebab yang berkomentar nggak tahu apa-apa mengenai kondisi mentalku terhadap makhluk bernama laki-laki. π
Sebagaimana yang kutulis mengenai inner child itu, aku punya kenangan buruk dengan laki-laki. Orang pertama yang seharusnya jadi cinta pertamaku, yang seharusnya jadi tempat pertamaku bergantung, berlindung, menjadi contoh untuk pernikahanku di masa depan… adalah laki-laki brengsek. Akhirnya aku berpikir bahwa semua laki-laki ya sama. Kayak bapakku itu. Sampah semua.
Maka ketika aku sedang mencoba terbuka, mulai membuka diri dengan kehadiran laki-laki bukan sebagai teman, lalu tiba-tiba dikhianati, rasanya seperti terjerembab di lubang yang sama. Dua kali. Luka lama belum sembuh dan masih basah, tiba-tiba disilet lagi. Tambah sakitlah itu.
Pada saat yang sama, aku keluar dari pekerjaan yang (kelihatannya) bergengsi: tim kreatif digital di salah satu stasiun TV swasta yang sering jadi referensi berita politik wkwk. Aku keluar dalam kondisi belum ada pekerjaan baru. Lalu ibuku jatuh sakit dan harus berbaring di tempat tidur, nggak bisa ngapa-ngapain, ke kamar mandi pun mesti dipapah super pelan. Dan ini berlangsung sampai November.
Ajaibnya, aku nggak merasa sengsara merana dan sedih yang berkepanjangan. Tentu aku nangis, tapi nggak sampai melankolis sepanjang hari. Sebab aku sudah disibukkan dengan mengurusi ibuk. Jadi nggak sempat meratapi nasib haha. Pun aku nggak merisaukan soal pekerjaan. Betul-betul saat itu aku ada di tahap pasrah dan yakin bahwa rezekiku akan Allah tanggung.
Salah satu doaku pada waktu itu begini, “Ya Allah… beri aku rezeki (pekerjaan) yang tidak mengganggu ibadahku kepadaMu, tidak melalaikanku dariMu. Anugerahilah pekerjaan yang justru membuatku makin dekat denganMu dan menambah keimananku kepadaMu. Ketika aku mendapatkannya, maka cukupkanlah semua kebutuhanku, Ya Allah…”
Sudah, itu saja soal pekerjaan π
Apa artinya ini semua?
Satu, Allah kuatkan hatiku. Dia nggak mencabut masalahku. Ya memang aku diberi ujian ini karena Dia tahu aku mampu. Dia tidak menghilangkan semua masalahku, tapi Dia kokohkan pundakku sehingga pada akhirnya aku menjadikan ujian ini sebagai tawasul atau upaya agar doaku diterima. Aku mengeluh hanya di hadapan Allah. Medsos nggak kusentuh sama sekali. Aku bukan tipe perempuan yang apa-apa dijadikan status. Wow, sorry… π
Dua, Allah berikan aku terapi atas traumaku terhadap laki-laki. Tiga, sejauh mana aku yakin dengan janji Allah dalam ayat-ayatNya? Bahwa Dia menyertakan kemudahan dalam setiap kesulitan. Bahwa solat adalah “isra’ mi’raj” manusia ketika beban berat terasa demikian menghimpit. Barangsiapa mengingat Allah pada waktu lapang, maka Allah akan mengingatnya pada waktu sempit.
Sampai kemudian ibuk kembali sehat, meski nggak lagi sebugar sebelumnya. Faktor usia juga. Aku dapat pekerjaan sesuai doaku π Allah beri aku kemampuan untuk lebih dewasa mengelola emosi dan hubunganku denganNya semakin meningkat secara kualitas dan kuantitas. Nikmat mana lagi yang hendak kudustakan?
2022, Selamat Datang The New Me!
Sekarang sudah April, menjelang Mei, dan Ramadhan hendak pergi :”(
Masih ada dan akan muncul ujian-ujian berikutnya. Aku tahu dan sadar betul bahwa segala ujian yang sedang dan akan aku hadapi nanti adalah konsekuensi dari doa-doaku, tujuan hidup yang ingin kucapai, dan cara Allah menterapi diriku sehingga kelak ketika aku berumah tangga, aku telah menjadi versi terbaik dari diriku. Tidak lagi membenci laki-laki, tidak lagi menganggap mereka sebagai makhluk tak berguna.
Dear Sekar,
Terima kasih sudah bertahan sampai hari ini. Terima kasih sudah melibatkan Allah dalam setiap langkah dan keputusan yang kamu ambil. Terima kasih sudah bersabar dengan ibuk yang makin senja, agak sedikit merepotkan, tapi tak apalah… π itu pintu surgamu. Ketika kamu bingung dengan cara apa kamu akan masuk surga saat beban dosa lebih berat ketimbang amal, maka Allah sediakan waktu bersama ibuk sebagai jembatan untuk mencapai tempat terindah di sisiNya.
Nggak apa-apa belum maksimal. Allah tahu kamu berusaha. Itu yang penting. Pertarungan antara luka masa kecil dan usahamu untuk berubah insyaa Allah akan tercatat sebagai kebaikan yang menghantarkan pada ridhoNya. Sekali lagi, terima kasih ya karena kamu nggak menyerah, kamu berani bertarung, menghadapi, dan menyelesaikannya.
Mbak sekar, saya suka baca cerita cerita mbak sekar di storiall. Trus pemasaran karena ceritanya seperti terhenti. Lebih penasaran karena nggak ketemu akun FB Mbak sekar. Dan ketemu lah tulisan ini.
Alhamdulillah, mbak sekar dalam kondisi baik.
Semoga Allah mengganti kehilangan dan kesusahan dengan banyak banyak kebaikan ya mbak. Sehat dan bahagia selalu mbak Sekar.
Sampai saat ini selalu Kagum sama Sekar Ayu Wulandari. Hanya bisa mendoakan yang terbaik moga Ibuk Sekar sehat selalu, Sekar juga sukses karir di dunia dan akhirat. Teruslah menginspirasi orang2 lewat tulisan dan karya Sekar. Gak tau kenapa hari ini ingat sekar. Insya Allah kelak Sekar akan dipertemukan dengan laki-laki terbaik. Semangat selalu Sekar πͺ