Dilema Menulis Novel Baru: Marrying the Producer

Senang sekali rasanya bisa kembali ke sini. Ke blog yang jadi teman mengobrol sejak 2010. Sejak menulis novel pada pertengahan 2020 kemarin, aku jadi makin jarang mampir. :”( Mungkin karena semua sumber dayaku tersita untuk memikirkan adegan-adegan dalam novelku. #halahalasan

Sampai sekarang aku masih menulis novel dan akan terus menerbitkannya satu per satu. Untuk saat ini, novelku bentuknya digital. Ada tiga. Dua berbayar, satu gratis. Novel yang gratis itu belum selesai dan aku nggak tahu akan selesai kapan karena naskah itu kutargetkan sebagai sarana latihan menulis setiap hari.

Satu novel berbayar milikku itu juga belum selesai. Masih proses menulis. Kuunggah dua kali tiap pekan, Senin dan Kamis. Sejujurnya, aku nggak tahu naskah itu akan jadi seperti apa dan berakhir bagaimana. Sinopsisnya ada. Kerangkanya yang nggak ada XD

Padahal aku sudah belajar dan memahami bagaimana cara membuat kerangka novel agar lancar menyusun plot cerita, juga baru saja memberi pelatihan yang salah satu topik bahasannya tentang menyusun kerangka. Namun, aku nggak melakukannya untuk naskahku sendiri. Ahaha! #plak!

Aku juga nggak tahu, kenapa kepalaku ini sering sekali bertindak sporadis. Sebetulnya nggak seberantakan itu ya karena setidaknya aku masih punya sinopsis. Isinya keseluruhan cerita dari awal sampai tamat. Minimal itu cukup. #alasanmelulu

Satu novel berbayarku yang masih proses penulisan ini mengisahkan perjalanan seorang produser mencari calon istri lewat program reality show. Kebetulan sedang dibuka lowongan penulis skrip. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Rekrutmen penulis skrip sekaligus menyeleksi calon istri.

Nama si produser itu Timur. Timur Harjunadhi. Aku suka sekali nama Timur. Pasti aku akan memilih nama-nama yang nusantara banget untuk tokoh utama dalam cerita-ceritaku.

Tiga hal yang kusukai ketika hendak menulis novel: memilih profesi tokoh utama, memilih nama tokoh utama, dan menentukan plot twist. Tiga ini yang paling kuperhatikan selain tentunya memikirkan bagaimana plot terbangun dan tersaji dengan rapi dan masuk akal, konfliknya terus naik dan nggak datar membosankan, serta segala faktor instrinsik dan ekstrinsik karya fiksi.

Aku merasa beruntung sekali karena diberi kemudahan pada sentuhan pertamaku di platform digital. Debut pertama menang lomba, lalu yang sekarang ini ikut proyek menulis novel Marrying Series bersama tiga penulis senior. Aku bisa bergabung dengan ketiga penulis itu tentu saja lewat seleksi editor platform Storial—ini platform membaca dan menulis novel yang kupilih—yang cukup ketat.

Setelah Nulis Novel, Apa Lagi?

Setelah ini, aku nggak tahu akan seperti apa karier menulisku. Aku sudah sampai pada satu titik yang membuatku tertegun… setelah ini apa lagi? Tapi anehnya aku senang dengan perasaan ini 😀 Banyak penulis yang butuh bertahun-tahun perjalanan untuk sampai pada pertanyaan itu.

Hahaha. Sejujurnya aku nggak tahu ini kabar baik atau justru buruk. Apakah ini menandakan aku adalah penulis karbitan yang merasa puas hanya dengan seupil karya kemudian saat sampai pada titik krusial itu, aku menganggap ini bentuk akselerasi yang setara dengan perjalanan para penulis senior.

Aku nggak merasa sudah berbuat banyak dan berkarya besar untuk dunia literasi Indonesia—maaf aku ketawa—sehingga aku nggak perlu merasa bersalah-bersalah amat dengan perasaan itu—perasaan ‘habis ini apa lagi?’

Aku senang sudah kepikiran itu sejak langkahku masih di awal-awal begini. Jadi aku bisa mengantisipasi cepat.

 

 

libur lebaran, in my cave,
berkutat dengan tulisan-tulisan

Terima kasih sudah membaca :D Apa pendapatmu?

error: Content is protected !!