Balas Dendam dan Pembuktian Prestasi | Cerita Kuli Tinta #5

Saya menengok ke belakang. Ternyata, kita tidak pernah bisa menebak ke mana nasib akan berjalan. Tidak akan pernah. Jangan pernah lakukan itu. Berulang kali saya meremehkan diri sendiri dan kagum kepada yang lainnya.

Saya bukan perempuan dengan prestasi segudang, sebagaimana seorang siswa teladan yang langganan ranking 1 di kelas atau sebagai mahasiswa berprestasi yang organisasi dan akademiknya seimbang. Bukan. Tak ada yang istimewa dari diri saya semasa sekolah dan kuliah. Semuanya biasa saja. Bahkan saya menganggap diri saya tak jelas masa depannya. Suram. Sementara kawan-kawan saya pasti akan jadi orang besar, berpengaruh, kaya raya, disukai banyak orang, hidup mapan.

Nyatanya, tidak demikian. Tidak semua berjalan sebagaimana yang saya imajinasikan. Sebab pikiran-pikiran saya hanya mengonsumsi apa yang nampak dari pandangan mata. Saya hanya tahu gugusan gunung es yang muncul ke permukaan air. Namun, tidak di bawahnya.

Saya bisa bilang kalau sekarang saya sudah berprestasi. Nasib yang tidak pernah bisa ditebak ujungnya, tapi sangat bisa diarahkan sesuai kemauan. Saya sempat ingin sekali membalaskan dendam kepada kawan-kawan di departemen kampus saya dulu. Saya punya teman baik, banyak, tapi bukan satu departemen atau satu jurusan. Hanya yang satu departemen ini saja yang menjaga jarak karena –mungkinβ€”saya tidak terlalu pintar LOL.

Barangkali kami sama-sama ingin mengakrabi satu sama lain, tapi stereotip sudah lebih dulu memberi kesimpulan dalam bentuk persepsi masing-masing. Saya diabaikan. Well, saya tidak benar-benar tahu apakah mereka memang menghindari saya, tapi berulang kali saya membenarkan perasaan ini ketika kerja kelompok mengharuskan kami berinteraksi cukup intim.

Saya ingin sekali bilang, sekarang nasib saya justru jauh lebih baik dari kalian yang dulu mengucilkan saya. Saya ingin mengucapkan kata-kata yang membuat dada mereka sesak, di depan wajah mereka persis.

Kemudian saya berpikir kembali.

Buat apa saya membalas? Saya akan dapat apa dari itu semua? Kepuasan? Apakah demikian kerdil cita-cita saya? Selama ini berjuang apakah hanya untuk meraih kepuasan dengan cara menyakiti hati mereka? Wah, jahat sekali saya. Lantas apa bedanya saya dengan mereka? Betapa tidak terhormatnya hidup yang saya perjuangkan kalau tujuannya hanya untuk menghantam mereka, yang sejak awal memang tidak pernah bisa mengapresiasi kawannya sendiri.

Sekarang, saya bahagia dengan kehidupan yang bisa saya jalani sesuai dengan apa yang saya cintai. Meski punya inner child yang menyakitkan, tapi saya berhasil bertahan, bahkan terus bertumbuh dengan sangat membanggakan. Yeah, I make my mom proud! Pekerjaan yang sejalan dengan hobi, kebutuhan pokok yang selalu siap, sehat dan bugar beraktivitas, saya bisa membeli banyak buku, bebas jalan-jalan ke tempat-tempat yang saya suka, menonton film favorit, makan makanan enak. Saya sudah hidup dengan baik. Baik sekali πŸ™‚

Itu prestasi saya. Kamu?

11 tanggapan pada “Balas Dendam dan Pembuktian Prestasi | Cerita Kuli Tinta #5

  • Ahhh, baca ini aku jadi inget waktu kuliah. Sedih. Dan, sebagian besar teman-teman sejurusanku kelihatan banget kayak meremehkan aku. Paling cuma beberapa orang aja yang emang dekat, dan itupun bisa dihitung pake jari. wkwkk

    Semangaaat, Sekar. Tetap konsisten yaa, KEREN!

    • I feel you, Ludyyyyy. Kalau nilai A dan B, ipk nyaris 4 baru ditemenin WKWK. Makin kita tua, insyaa Allah akan makin jauh lebih bahagia karena kita punya kendali penuh atas kebahagian macam apa yang sesungguhnya kita butuhkan. Dulu masih culun ya hahaha

  • Setuju mba, memang sebaiknya ketika ingin membalas dendam atas rasa sakit hati yang dirasakan adalah dengan berkarya dan berprestasi serta menjadi pribadi yang lebih baik dari diri kita sebelumnya πŸ˜€

    Kalau kata quote yang pernah saya baca, the best revenge is be the best version of ourselves ~ nanti biasanya setelah kita jadi best version, maka perasaan dendam itu akan sirna karena kita akan merasa perasaan itu hanya membuang waktu kita saja. hehe, semangat terus ya mba πŸ™‚

    • Tadinya mau posting ini di FB terus ngetag temen-temen departemen LOL, tapi terus inget kalau hidup kita (yang nggak melakukan hal-hal yang sama dengan orang-orang minim penghargaan/apresiasi kepada teman sendiri) sungguh terlalu terhormat dan bermartabat untuk dinodai dengan hal-hal receh macam rasa dendam. πŸ™‚

Tinggalkan Balasan ke Vera Batalkan balasan

error: Content is protected !!