Saya tonton film ini hari Kamis, 19 Juni 2014 saat blog mahal ini belum lahir. Terlambat enam bulan sebab sudah rilis sejak awal 2014. Dan ternyata pernah difilmkan sebelumnya pada tahun 1947. Diadaptasi dari cerita pendek berjudul sama yang terbit tahun 1939 karangan James Thurber, ternyata kisah ini masih sangat relevan dengan perjalanan hidup kita sekarang.
Saya pikir, di akhir cerita ini akan ada drama epik. Namun, ternyata bukan epik, tapi menyentuh. Bagi saya, ini terlalu manis. Dan benar! Banyak masyarakat yang bilang juga kalau ini adalah film pembuka tahun 2014 yang manis. Karena itu pula, saya yang biasanya langsung hapus film di laptop kalau selesai nonton langsung buru-buru simpan baik-baik di hard disk 1 tera yang 90% isinya film 😀
Lakon Komedi
Ben Stiller, setahu saya, identik dengan film komedi. Saya paling ingat Night At The Museum. Stiller jadi penjaga museum yang kalau malam seisi museum hidup semua. Saya suka sekali setiap ekspresi yang keluar dari wajahnya di film ini.
Sebagai pelampiasan, seorang pekerja kantoran yang terjebak rutinitas bernama Walter Mitty (Ben Stiller) berimajinasi tak kenal tempat dan waktu. Imajinasinya keterlaluan, tapi kocak.
Betapa manusia diberi otak sekecil itu, selembek itu, tapi kekuatannya melampaui batas. Bisa melanglangbuana ke mana saja. Termasuk imajinasi aneh bersama rekan kerjanya, Cheryl Melhoff.
Di film ini, Ben akting lebih serius. Pekerja kantoran yang berkutat dengan rutinitas, hidupnya membosankan, dan lelah bukan main. Ben membuktikan bahwa ia punya performa baik sebagai seorang aktor. Ia tak hanya mampu tampil menjadi komedian, sebagaimana film-film sebelumnya.
Rutinitas kerja Walter adalah memilih dan menyimpan kumpulan foto-foto terbaik untuk majalah Life. Foto-fotonya berasal dari para fotografer dunia, salah satunya adalah Sean O’Connell (Sean Penn). Sewaktu Sean kirim klise foto terakhir, ternyata ada satu klise yang hilang, yaitu klise nomor 25.
Klise nomor 25 ini justru yang paling penting. Foto itu akan dijadikan sampul majalah Life. Foto terbaik yang dipilih untuk menutup berakhirnya majalah Life. Walter pun terancam di-PHK.
Awalnya, Walter cari-cari klise nomor 25 itu di kantor, di ruangannya, tapi tidak juga ketemu. Khayalannya kambuh, saat lihat foto Sean di dinding ruang kerjanya. Seolah-olah, Sean sedang memanggil-manggil dirinya untuk bertemu di tempat Sean berada saat ini. Apalagi kalau bukan untuk ambil klise ke-25 itu.
Oh ya, Ben kelihatan tua sekali di sini. Tak masalah, sebab barangkali memang demikian ciri-ciri orang yang sudah terlalu jenuh dengan pekerjaannya setiap hari. Sering pusing karena beban pikiran, jadi uban juga bertambah.
Jelajah alam yang mengagumkan
Oleh karena rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, Walter mencari Sean O’Connell guna menemukan klise itu. Perjalanan mencari O’Connell ini mengharuskan Walter pergi ke Greenland, Island, sampai ke puncak Himalaya!
Agak aneh, ya, saat adegan perjalanan Walter mencari Sean. Mulai dari naik helikopter bersama pilot mabuk, terjun dari heli ke laut, hampir dimakan hiu, naik skateboard di Island, menghindari erupsi gunung merapi, masuk kawasan konflik di Afghanistan, sampai mendaki Himayala.
Lalu, apakah ketemu Sean? Wah, selamat menonton ya! Hahahaha
Nah, pasti logika penonton bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang pekerja kantoran menjalani semua kegilaan itu dalam waktu singkat? Bagaimana bisa sinyal ponsel tetap ada di atas pegunungan Himalaya?
Bagaimana bisa di manapun Walter berada, selalu ada telepon dari operator e-harmony (sejenis portal atau media sosial untuk cari teman kencan) yang mengabari kalau profilnya laris manis setelah si operator memasukkan pengalaman-pengalaman aneh Walter di Greenland sampai Himalaya. Cuma begitu dan itu konyol.
Perjalanan Panjang Mencari Klise Foto
Poin penting dalam The Secret Life of Walter Mitty bukan tentang petualangan Walter ke berbagai tempat itu. Namun, justru petualangan panjang ke dalam diri Walter.
Pencarian klise foto ke-25 menjadi semacam pencarian jati diri bagi Walter. Keluar dari zona nyaman, zona rutinitas, melakukan perjalanan jauh yang sangat menantang untuk menemukan apa yang selama ini ia cari, untuk menjawab semua pertanyaan yang selama ini ia simpan.
Sejatinya, jawaban itu ada di dekat kita. Di dalam diri kita sendiri. Disaat Walter berani mencoba, berani keluar dari rutinitasnya, berani mencari Sean jauh-jauh, pada saat yang sama, intensitas berkhayalnya Walter makin menghilang. Jalan ceritanya sungguh tidak mudah diterka.
Ini film surealis. Jadi penonton akan banyak terkejut di sepanjang jalan ceritanya 🙂
Pesan dari Walter Mitty
Ada banyak pesan sebetulnya, tapi saya terlalu malas untuk menulis panjang. Saya ambil tiga saja dari kisah hidup Walter, versi saya sendiri;
Tidak ada alasan logis yang dapat mencegah kita untuk mencoba hal baru. Seringkali, ketakutan datang karena kita tidak mencobanya. Saya sering begitu. Kebanyakan alasan. Justru alasan-alasan itulah yang menghalangi saya maju, coba hal baru. Padahal alasannya logis dan kuat. Berani saja, bukan nekat. Kalau berani, dibarengi strategi, ada perhitungan. Meskipun sering juga berani berawal dari nekat.
Berjalanlah sejauh yang kamu bisa, kemudian kembali pulang. Sebab, sebetulnya jawaban dari seluruh pertanyaanmu bukan berada di luar sana, tapi ada di dalam dirimu sendiri. Semacam, mintalah fatwa pada hatimu. Sebab nurani takkan pernah membohongimu.
Perjalanan adalah penyegar dan penyembuh luka. Seringkali kita perlu menengok ke bagian bumi lain hanya untuk melihat bahwa hidup kita sudah sempurna, sudah baik, sudah cukup. Makin jauh berjalan, makin lapanglah hati kita. Nikmat yang kita peroleh seringkali luput, bukan karena kita tidak tahu. Kita hanya sedang merasa tidak puas. Itu saja.
Lagu-lagu yang enak didengar!
Lagu-lagu indie rock dan pop folk benar-benar sesuai dengan tone film ini yang begitu lembut. Lagu-lagu dari Arcade Fire, Of Monsters and Men, ataupun Rogue Wave, easy listening bagi yang menonton dan menikmati petualangan Stiller.
Saya rela duduk manis mendengarkan closing soundtracknya, plus foto-foto dengan latar pemandangan yang memanjakan mata. Saya paling suka Stay Alive Jose Gonzalez, #9 Dream John Lennon tapi dinyanyikan oleh Jose Gonzalez juga, dan The Wolves & The Ravens dari Rogue Valley.
“To see the world, things dangerous to come to, to see behind walls, draw closer, to find each other, and to feel. That is the purpose of life..” [kalimat di dinding kantor majalah Life]
(sumber gambar: google)
Perjalanan memang bikin obat untuk penyembuhan luka ya termasuk luka hati kalau sudah jalan-jalan jadi ceria lagi
Betuuul, meski capek badan, tapi hati jadi segar
sudah nonton juga, terkesan banget dengan adegan dia main roller skate di jalanan sepi nggak ada manusia satu pun..
Nah! bagian itu juga sama, aku suka bangett banget bangettt!
Keren kyknya filmya, soalnya saya pecinta nonton. Sering banget download film. hiii
*toss* Aku punya banyak rekomendasi film seru nih! hehehe
Indahnya perjalanan film itu bikin imajinasi kemana-mana
Ciyee yang abis halan-halan dari malaysiaaa 😀
Ulasan Film Rahasia Perjalanan Jelajah Alam ke Himalaya,
The Secret Life of Walter Mitty diulas menarik oleh mba Sekar. Jadi pengen nonton.
Ini film lagi main dibioskop kah mba? Kalau night at museum sudah saya tonton dulu. Makasih infonya
Terima kasih, Mbak Evi :). Di situ ada tahunnya mbak hehehe 2014 berarti sudah ga ada sekarang. Dan dulu saya ga cari tahu di bioskop ada atau enggak, nontonnya dari hasil unduhan hihihi
Wah.. aku kok belom nonton film sebagus ini ya, abis ini mesti nonton. Makasih ya mbak ulasannya ^^
ayoo nontooon. mesti unduh dulu tapi ya hehe
Wah, ini sama kek anak mahal ya. Kapan lahirnya blog mahal ini
hahaha baru awal tahun ini, mbak
Aku tahu soal Himalaya dari nonton juga hihibi, kalo baca agak kurang
ke sana yuk mbak hahaha *langsungingetanakanak
Bagus yak filmnya
udah gitu doang komennya, mas? hahaha
Sekar kalau ketemu mau dooong filmnya.. Yg lain jg.. Wkwk
siaaaap aku kasih nanti hahaha
noted! aku donlod filmnyaa hahhaa
Asyiiqqueee! nanti tulis di blog ya mbak hasil nontonnya gimana 😀