Dua majalah itu sudah saya punyai sejak lama sebetulnya. Cukup tebal juga tiap majalahnya. Berhubung isinya tidak pernah membosankan untuk dikaji (tak cuma dibaca) dan direnungkan, topiknya selalu saja relevan dengan yang terjadi dalam kurun waktu… berapa ya, mungkin 10 tahun terakhir. Bahkan saya pikir, topiknya akan terus cocok dengan seluruh lapisan zaman.
Manajemen Kepala

Inspirational idea
Sengaja saya ambil judul postingan kali ini dari Lembaga Hidup karya Hamka. Kenapa? karena Hamka menawarkan lima solusi untuk mendidik jiwa manusia, salah satunya yaitu membiasakan kepala untuk bekerja. Pekerjaan itu berupa kajian keilmuan. Otak perlu diasah setiap hari agar kesehatan jiwa dapat terjaga, karena jika otak dibiarkan menganggur berpikir maka akan tertimpa sakit dan mengalami kebingungan. Otak yang malas berpikir juga akan menyebabkan kedunguan. Kekuatan berpikir harus dilatih sejak kecil, karena orang yang kuat berpikirlah yang dapat menghasilkan nikmat.
Berpikir juga dekat dengan pengalaman. Seorang pemikir yang berpengalaman, bisa mengambil kesimpulan dari suatu perkara dengan cepat, padahal orang lain menganggap perkara itu besar dan sulit. Karena dengan pengalaman, dia sudah bisa mengerti sebab-akibat dari suatu perbuatan. Setelah menjadi ahli berpikir yang berpengalaman, tambah berseri jika dia berilmu. Seorang ahli ilmu tidak akan segan untuk menambah ilmu, sebab ilmu laksana lautan. Makin diselami, makin diemukan banyak hal yang belum pernah dilihat dan didengar sebelumnya.
Sulit ya rasanya mengatur kepala ini tetap ‘ON’ padahal disaat yang sama, ada pekerjaan lain yang numpuk, menguras waktu, tenaga, uang, dan seterusnya. Tapi kalau boleh saya bilang, menjaga kepala tetap bekerja (maksudnya terus diasupi ilmu) menjadi wajib hukumnya. Kita hidup, salah satunya untuk punya keturunan, kan?. Jangan sampai kita tertinggal rombongan, sendiri, lalu mati dalam keadaan tak berilmu. Kecuali kalau hidup kita cuma untuk diri sendiri, itu pilihan. 🙂

Diskusi kepenulisan bersama Sakti Wibowo: sebagai ilustrasi proses menghidupkan kepala (berpikir) dengan membangun kelompok diskusi
Transformasi Ilmu
Namanya adab atau akhlaq, yaitu hasil/produk dari proses transformasi ilmu melalui pengajaran dan peningkatan kapasitas kualitas diri dengan pendidikan. Kenapa bisa begitu hasilnya?
Bagi muslim, hubungan ilmu dengan Allah berbanding lurus. Sebab Allah Maha Berilmu, maka manusia diajari agar minta ditambahkan ilmunya: “Ya Allah tambahkanlah ilmuku” (QS 20:11). Alquran menjadi sumber ilmu pengetahuan, pusat pembelajaran secara integral mengenai apa saja. Dr. Hamid Zarkasyi menulis artikel panjang mengenai hakikat ilmu yang kurang lebih menjelaskan kaitannya dengan keimanan. Apa yang diajarkan adalah “ilm”, yang mengajar disebut mu’allim, dan produk dari pengajaran adalah seorang yang “aalim” artinya yang memiliki ilm. Allah sendiri bahkan memiliki sifat Al-Alim atau Maha Mengetahui. Hal ini menunjukkan bahwa medan makna “ilm” dalam Islam berkaitan dengan keimanan kepada Tuhan, amal dan akhlaq.
Maka, tujuan pendidikan dalam Islam tidak terbatas pada penguasaan bidang keilmuan tertentu. Namun, ada tujuan yang lebih tinggi, lebih agung, lebih diutamakan dari nilai-nilai yang tertera pada selembar kertas ketika prosesi kelulusan. Pendidikan apapun bentuknya, haruslah menghasilkan manusia yang sempurna akal, jiwa, dan aspek-aspek sosial. Singkatnya, sekolah dimanapun, belajar ilmu apapun, dan menjadi apapun manusia di masa depan, haruslah menjadi manusia dengan keimanan penuh, ibadah total, dan akhlaq yang cemerlang.
Bisa?
Pasti bisa lah, insyaaAllah.
Tinggal tanya diri sendiri, sudah sejauh mana tekad dan usaha? 🙂
#notetomyself
Sepakat, ilmu yang berkah adalah ilmu yang membuat kita semakin beriman kepada Allah swt..
Aamiin. Mana tulisanmu yang baru, bro?